Anda Pengunjung Ke :

Senin, 28 Desember 2015

Intermezzo di Hari Sabtu

Tangan kanan memegang hp dan gulungan karton. Tangan kiri memegang karton padi (duplex) tebal dan sebuah kantong plastik berisi kertas kertas. Aku turun angkot dan sedikit berlari ke perpustakaan pusat karna kupikir aku akan terlambat untuk bertemu seseorang.

Angin bertiup cukup kencang dan duplex tebal di tangan kiriku terangkat dan hampir terlepas dari tangan. Rempong. Seperti biasa. Pagi itu aku membawa peralatan untuk membuat alat peraga untuk mengajar di salah satu rumah belajar. Karena hari itu adalah akhir semester i rumah belajar tersebut, aku harus menyiapkannya sebaik mungkin.

Aku memutuskan menyelesaikannya di perpustakaan karena aku masih memiliki kegiatan lain di kampus setelahnya. Aku melihat seseorang yang kupikir menungguku (ternyata tidak) sedang berdiri didekat pintu utama perpustakaan dengan setelan khasnya, polo, jaket, sendal, dan tas ransel. Aku mencoba tidak tersenyum tapi sepertinya gagal. Aku senang melihatnya hari itu.

Kami berdua masih menunggu orang lain. Sambil menunggu orang tersebut yang akan datang 1 jam kemudian, aku mengeluarkan peralatan gambar-gunting-tempel dan mulai mengerjakan alat peragaku. Ternyata cukup banyak yang harus dikerjakan.

Dia menawarkan diri untuk membantuku memotong duplex yang tebal itu. Aku setuju dan kami mengerjakannya di salah satu sudut perpustakaan lantai 1, di lantai, karena kami tidak mau merusak meja perpus dengan cutter yang kami gunakan. Dia memintaku melanjutkan gambarku sementara ia memotong-motong duplex itu sesuai bentuk yang kugambar sebelumnya.

Curi-curi aku melihatnya bermain dengan cutter itu. Hati-hati dan rapi sekali pekerjaannya. Aku selalu kagum dengan laki-laki yang sukses bersabar memotong dan menyelesaikan pekerjaan tangan dengan rapi. Jenis laki-laki yang jarang kutemui.


Sabtu, 19 Desember 2015,
Di salah satu sudut lt. 1 Perpustakaan Pusat ITB yang cukup ramai

Bermain Waktu (Part 2)

Selasa, 22 Desember 2015

Sudah hampir pukul 16 dan aku masih belum tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Aku sudah panik luar biasa dan memikirkan kemungkinan terburuk hari itu. Aku mencari penerbangan lain ke Banjarmasin dan entah sial atau bagaimana hari itu sudah tidak ada lagi flight langsung ke Banjarmasin. Yang tersisa tinggal flight transit yang transitnya gak cuman sekali dan harganya sudah 2 jutaan.

Aku menelpon mama dan mama hanya tertawa dan memintaku untuk tidak panik, terus berdoa semoga sempat. Aku benar-benar hanya berdoa sepanjang jalan semoga masih sempat.

Pukul 16.45 travelku tiba didepan terminal keberangkatan A1, aku langsung berlari masuk dan menuju meja check in. Berharap pesawatku delay seperti biasanya. Ternyata tidak. Petugas dimeja check in mengatakan pesawatku delay 5 menit. Aku berusaha nego dengan petugas dan menjadi pusat perhatian seisi terminal keberngkatan saat itu. Aku menyerah dan memutuskan untuk pergi dari meja check in itu sambil mendengar pengumuman bahwa pesawatku baru saja berangkat. Aku menunduk menahan malu dari tatapan orang-orang saat itu. Aku berusaha tenang dan menuju kearah pintu keluar.

Aku memutuskan untuk duduk dulu di foodcourt terdekat, berusaha mencari penerbangan lainnya, berharap ada penerbangan langsung ke Banjarmasin tersisa untuk hari itu. Ternyata memang tidak ada, Sudah berkali-kali refresh masih tidak ada. Penerbangan berikutnya ada esok harinya. Sebelum hal-hal aneh mungkin terjadi, aku memutuskan untuk booking tiket esok hari dulu. Entah bagaimana wajahku saat itu, panik, lelah, sedih, dan tentu saja penuh penyesalan. Sittuasi saat itu diperburuk dengan hapeku yang gagal melakukan booking tiket disalah satu situs pemesanan tiket pesawat online.

Aku menelpon mama dan teringat aku belum mengucapkan selamat hari ibu. Setalah mendapat ceramah dan nasihat cukup panjang, "Mam, selamat hari ibu.." tutupku di telepon.

Gatau kenapa tiba-tiba mataku berair hari itu. Aku kesal, sedih, takut, dan marah di waku yang bersamaan. Aku yang rempong, caleuy, dan tidak bisa menyelesaikan apapun dengan baik. Aku masih berusaha berdamai dengan diriku saat itu.

Setelah kurasa cukup mengutuki diri seniri, aku menghubungi temanku untuk memesankanku tiket karena entah karena jaringan  jelek atau apa aku masih tidak bisa melakukan booking tiket online. Aku memintanya membookingkanku beberapa penerbangan sekaligus, yang penting booking dulu ntar tinggal pilih bayar yang mana.

Aku juga baru terpikir kalau pesawatku esok harinya, berarti aku harus menginap di Bandara. aku mencari beberapa informasi tentang aman atau tidaknya bermalam di Bandara. Beberapa sumber mengatakan aman asalkan tidak tertidur dan tidak sendirian. Aku mulai takut karena aku tidak bersama siapapun dan aku sangat mengantuk saat itu. Mama menyerahkan sepenuhnya padaku baiknya bagaiimana, yang penting berdoa.

Beberapa teman yang masih peduli denganku  menanyakan bagaimana keadaanku saat itu, apakah aku ditinggal pesawat atau tidak. Aku beruntung masih memiliki orang-orang itu dalam hidupku, setidaknya aku menjadi lebih tenang saat itu.

Sahabatku menawarkan untuk menginap di rumahnya di Bekasi dan untuk menuju kesana harus menggunakan bis Damri. Tapi perjalanan ke Bekasi juga cukup jauh dan kalau aku mengambil penerbangan jam 6 subuh berarti aku harus naik Damri lagi jam 3an.

Temanku yang lain ada yang menawarkanku untuk menginap di rumahnya saja di Tangerang, dia mengatakan menginap di bandara bahaya apalagi cewek dan sendirian. Atas pertimbangan macem-macem akhirnya aku mengiyakan tawaan temanku yang di Tangerang. Baik sekali, bahkan aku dijemput orangtuanya di Bandara, sementara dia sendiri masih di Bandung baru akan ke rumah malam itu.

Aku benar benar berterimakasih padanya dan keluarganya sudah memberikan tempat menginap, dijemput, bahkan diantarkan ke Bandara esok harinya. Temanku yang satu ini memang baik luar biasa. Kita cukup dekat karena 1 unit dan aktif di salah satu organisasi fakultas. Dia tidak bisa marah dan mementingkan kepentingan orang lain diatas kepentingannya. Terimakasih sudah membuatku semakin menghargai mahal sebuah kebaikan dan pertemanan.

Dari kejadian ini aku belajar untuk tidak meremehkan waktu, bahwa tiba lebih awal lebih baik daripada terlambat, aku belajar untuk tidak bermain-main dengan waktu, untuk menghargai waktu, dan aku juga belajar untuk selalu peduli dan berbuat baik pada siapapun yang mengalami kesulitan

Aku mendapat pelajaran lagi. Alhamdulillah.

Bermain Waktu (Part 1)

Bisa dibilang aku selesai ujian cukup cepat, tanggal 18 Desember 2015 adalah hari terakhir aku mengerjakan rangkaian 3 hari berturut ujian yang super abstrak. Beberapa teman sudah merencanakan liburan atau acara pulang kampungnya dengan baik, beberapa ada yang langsung cus bandara, dan beberapa masih harus menyelesaikan beberapa urusannya di kampus. Aku yang kebiasaan membeli tiket pesawat dadakan hari itu belum merencanakan kapan pulang ke Balikpapan. Mama menyuruhku untuk tidak membeli tiket dulu, karena mamah abah dan adik-adik ada rencana mau keluar kota tapi belum pasti juga. Keputusannya aku membeli tiket menunggu konfirmasi dari mama dulu beli tiketnya kemana.
2 hari kemudian, setelah menunggu kabar pasti dari mama, akhirnya aku beli tiket pesawat tujuan Banjarmasin untuk tanggal 22 Desember 2015 dari Jakarta. Aku tidak langsung memesan travel ke Jakarta karena biasanya aku memesannya H-1 atau hari H.

Tanggal 21 malamnya aku lupa sama sekali memesan travel dan tertidur pulas sekali. Paginya aku masih merapikan barang-barang dan menganggap enteng masalah travel ini. "Ah, paling pesan 3 jam sebelumnya juga bisa kan" pikirku saat itu. 

Setelah semua barang-barang sudah siap, aku pergi ke travel terdekat di simpang Dago, wah ternyata sudah full. Aku belum panik karena masih ada beberapa travel di jalan Dipatiukur. Aku mengunjungi travel itu satu per satu dan ternyata tidak ada seat sama sekali untuk perjalanan ke Jakarta siang itu. Aku googling no telp travel-travel atau apapun penyedia jasa tumpangan ke Jakrta. Sudah lebih dari 10 nomor yang kutelpon dan semuanya mengatakan semua seat ke Jakarta udah full untuk hari itu. Aku memohon pada semua nomor itu untuk memberikabar kalau ada yang tiba-tiba cancel, saking desperatenya. Aku pun bertanya dan berharap mendapat solusi dari teman-teman dekatku di berbagai grup. Beberapa teman menyarankan untuk naik kereta atau bus biasa di terminal. Oke aku tanpa pikir panjang langsung menuju kosan, menyiapkan barang bawaan (1 ransel dan 1 koper), kemudian menelpon gojek dan minta diantarkan ke terminal.

Siang itu sekitar pukul 11.15WIB Jalanan cukup padat dan aku sibuk meminta a'a gojek untuk menyetir lebih cepat lagi. Kalau aku masih belum jalan juga ke Jakarta sampai jam 12, pesawatku gak akan terkejar. Terminal sudah terlihat, tiba-tiba ponselku berdering dari nomor yang tak ada di kontakku. Aku mengangkatnya dan ternyata telepon dari salah satu Travel mengatakan kalau ada kursi yang kosong untuk jam 12 ke Bandara Soekarno-Hatta siang itu.

ALHAMDULILLAAAAAAH teriakku yang sepertinya cukup keras ditelinga a'a gojek. Aku pun meinta a'a Gojek mutar arah dan menuju ke lokasi travel yang meneleponku tadi. Luar biasa sabar a'a Gojek yang satu ini. Sudah bersedia membawa penumpang ribut merepotkan macam aku, menyetir dengan gesit dengan membawa koper dibagian depannya. A'a gojek terbaik bangsa.

Tapi kepanikan masih berlanjut, aku masih harus menuju ke lokasi travel yang berangkat jam 12 sementara saat itu sudah jam setengah 12 lewat. Lahmadulillah jam 1 kurang 6 menit aku sampai di pool travel dan menggucapkan terimakasih sebanyaknya pada a'a Gojek dan a'a Travel yang sudah meneleponku.

Pukul 12 tepat travelku berangkat. Pesawatku take off pukul 16.50 dari Soekarno Hatta. Aku berharap perjalanan ke bandara bisa tepat waktu 3 jam. 4 jam 50 menit kupikir waktu yang cukup lama untuk menuju bandara. Aku berdoa dan tertidur di travel.

Ternyata semua diluar perkiraan. Pukul 16.00 aku masih terjebak padatnya jalanan jakarta..

Minggu, 20 Desember 2015

Kebaikan

"Boleh jadi, saat engkau tertidur lelap, pintu-pintu langit sedang diketuk
oleh puluhan doa kebaikan untukmu,

dari fakir yang telah engkau tolong,
atau dari orang kelaparan yang telah engkau beri makan,
atau dari seorang yang sedih yang telah engkau bahagiakan,
atau dari seseorang yang berpapasan denganmu yang telah engkau berikan senyuman,
atau dari seorang yang dihimpit kesulitan dan telah engkau lapangkan.

Maka janganlah sekali kali engkau meremehkan sebuah kebaikan...

-Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Miftah Daaris Sa'aadah

Rabu, 02 Desember 2015

Cuanki

Kemarin adalah hari yg sangat melelahkan. Mungkin hanya untukku karena malam sebelumnya aku tidak tidur untuk menyelesaikan tugas besar dan hari sebelumnya badanku sudah cukup remuk karena harus melakukan perjalanan keluar kota seharian.

Pukul 5 sore adalah waktu yg kutunggu, setidaknya untuk menyandarkan kepalaku sejenak. Langit gelap seperti biasa. Angin bertiup membawa suasana yang sangat nyaman untuk tidur.

"Dingin - dingin gini enaknya makan bakso Cuanki" kata salah satu temanku, mengajak untuk makan bakso Cuanki di depan kampus. Tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja. Lumayan sebagai penghangat untuk hari itu.

Jadilah Aku, Kiki, Nindy, dan Atika memutuskan untuk makan Cuanki sore itu. Begitu sampai di gerbang depan kampus, langit gelap tadi mulai merintikkan hujan. semua orang bersiap mengeluarkan payung mereka. Tanganku yg sejak pagi menenteng kardus perkakas tugas besar membuatku cukup rempong untuk mengeluarkan raincoat tas dan payung dari dalam tas. Rempong seperti biasanya.

Hujan ternyata tidak mengurungkan niat teman-temanku untuk makan bakso Cuanki. Setelah beres denagn raincoat dan payung, kami nenuju tempat bakso Cuanki itu.

sambil menunggu A'a nya nyiapin pesanan kita, kita duduk dibawah pohon besar dekat Salman. Hujan semakin deras dan tempat itu mulai terasa tidak nyaman karena basah. Tapi kurasa tidak masalah saat itu.

Pesanan kami sudah siap. Kami tidak beranjak dari tempat kami duduk tadi. Dengan beralaskan pastik, memegang payung, ditemani hujan dan udara dingin sore itu, kami menyantap bakso Cuanki tanpa peduli apapun.

Pemandangan yg cukup unik kukira. Duduk emperan makan bakso sambil payungan. Orang-orang yg berlarian menghendari hujan mungkin keheranan melihat kita lebih memilih untuk hujan-hujanan. Diliatin orang-orang yang melintas masuk dan keluar Salman yg mungkin beberapa adalah teman kami.

Kami hanya tertawa dan sesekali menunduk untuk menutupi wajah kami. Lelahku hari itu rasanya benar-benar hilang. Kombinasi tawa hangat sahabat-sahabatku dan udara dingin saat itu membuat bakso Cuanki yang kumakan terasa nikmat sekali.

Salah satu dari kami, baru saja terkena musibah yabg membuatnya sangat bersedih. Aku senang melihatnya ikut tertawa lepas saat itu. Tentu bukan karena ia tak bersedih lagi, tapi setidaknya ia lupa kalau ia sedang bersedih.

Hujan-hujanan makan bakso Cuanki bareng sahabat. Lagi lagi, bahagia sesederhana itu.

:)