Anda Pengunjung Ke :

Kamis, 12 Februari 2015

Diam-Diam Peduli

Aku tidak harus menunjukkan kepedulianku terhadapmu pada semua orang, bukan?
Seperti seorang ayah yang sejak dahulu lebih banyak diam, jarang menanyakan kabar tapi sibuk kesana kemari mencarikanmu kehidupan. Seperti seorang pecinta yang begitu bersemangat mendoakan kekasihnya agar memiliki hari hari yang baik untuk esoknya. 
Atau seperti anak-anak yang malu-malu enggan meminta ketika ia menyukai sesuatu, kemudian sang Bunda memberikan padanya sesuatu yang menyenangkan hatinya.
Aku kepadamu bukanlah seorang pecinta kepada kekasih. Bukan pula seorang ayah kepada anaknya. Aku adalah seorang perempuan yang sengaja benar oleh Tuhan dipertemukan denganmu di planet ini.
Lalu pada hari-hari berikutnya tidak pernah alfa aku berdoa untuk keselamatanmu. Manusia pada umumnya bilang itu cinta, aku tidak bilang begitu. Bagiku ini seperti sebuah kesempatan dalam hidup untuk merasakan bagaimana tulusnya berdoa untuk orang lain. Padahal orang lain tersebut bukanlah siapa-siapa, setidaknya untuk saaat ini.
Sebab seringkali kita begitu berat mendoakan orang lain yang lebih dalam kesusahan, mungkin dekat kematian atau dalam perang. Atau mendoakan orang yang paling kita kenal sepanjang hidup pun , ayah dan ibu,  tidak pernah seperti ini.
Jika kita dipertemukan dalam keadaan seperti ini, sama sama sendiri dan sama sama tahu bahwa kita tidak bisa menjalani kebersamaan tanpa kerestuan dari Tuhan. Pastilah kita menerka-nerka kiranya apa yang sedang Tuhan rencanakan.
Aku mendoakan keselamatanmu hingga lupa mendoakan keselamatanku sendiri. Aku memastikan kamu aman ketika menyebrang jalan, atau sekedar memastikan, ah kamu hari ini sehat wal afiat.
Ini persis seperti anak perempuan yang jatuh cinta pada boneka beruang di toko mainan, memperhatikan dan menginginkan, sekedar ingin. Tapi dinding kaca menjadi batas antara memiliki dan tidak memiliki. Seandainya dipecahkan tentu saja dimarahi satpam. Sedang ia belum memiliki kecukupan untuk membelinya.
Aku kepadamu adalah seseorang dengan orang lain yang bukan siapa-siapa. Jika aku peduli kepadamu, itu semata karena aku tidak tahu tentang bagaimana cara mengatasi perasaan. Setidaknya aku mampu menahannya dengan cukup mendoakan. Aku menahannya untuk tidak lebih dari itu.

Bandung, pagi-pagi hujan.
untuk setiap orang yang diam-diam mendoakan

Cerpen karya Kurniawan Gunadi