Beberapa minggu lalu hari Senin pagi, masih awal masuk
semester lima, masih dengan adaptasi pulang jam 4 sore, tanpa semangat aku
berangkat ke sekolah diantar abah. Pagi itu masih belum bisa menerima kenyataan
kalau ternyata sudah Senin lagi dan seperti biasa, di mobil kami mendengarkan
siaran radio. Tidak ada yang khusus dari siaran radio pagi itu sampai aku mendengarkan
sebuah iklan atau semacamnya.
“Saya Rini. Kemarin saya bertemu dan berbincang dengan
atasan atasannya atasan atasan atasan atasan atasan atasan ... atasannya saya.
Dia adalah bos besar perusahaan berbasis internasional tempat saya bekerja.
Saking jauhnya jabatan antara kami, mungkin dia tidak tau ada orang seperti
saya bekerja di salah satu cabang perusahaannya di Indonesia. Adalah suatu
kehormatan besar untuk saya bisa berbincang dengannya.
Dia bercerita kalau di Eropa, tidak dibenarkan untuk datang
bekerja terlalu pagi dan pulang terlalu larut. Waktu bekerja disana rata-rata
dimulai pukul 8 pagi dan selesai pukul 17 sore. Begitu pukul 17 sore, semua
pegawai harus menghentikan pekerjaannya dan pulang ke rumah. Hari bekerja hanya
sampai hari Jum’at, pegawai memiliki waktu libur selama 2 hari.
Bagaimana dengan Indonesia? Bos saya bertanya kepada saya.
Disini (Indonesia) rasanya tidak mungkin bisa menyelesaikan
pekerjaan sebelum jam 5 sore, hal itu menyebabkan kami (pekerja di Indonesia)
memerlukan tambahan waktu atau lembur untuk menyelesaikannya. Tak jarang kami
pulang larut malam dan datang pagi buta untuk bekerja. Apalagi kalau ingin
mendapatkan promosi, kami bekerja habis-habisan menghabiskan waktu di kantor,
bahkan kami rela mengorbankan hari libur kami untuk bekerja.”
Bisa dilihat bedanya? Pekerja di Indonesia adalah “pekerja
keras”
Lalu ada pertanyaan,
Kenapa Indonesia tidak lebih maju dari
negara-negara di Eropa padahal SDM nya mampu bekerja begitu kerasnya?
Di Indonesia kita dididik dengan ungkapan Siapa yang Bekerja
Lebih Keras, maka akan Sukses. Anggapan ini gak sepenuhnya salah, hanya saja
perwujudan kata “bekerja lebih keras” ini dilakukan dengan bekerja lebih lama.
Semakin lama waktu yang digunaka untuk bekerja, semakin keras pula usahanya. Tidak
tanggung-tanggung, pekerja di Indonesia rela menghabiskan 7 hari dalam seminggu
dan 24 jam dalam sehari yang mereka miliki untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.
Tidak ada kegiatan lain selain bekerja.
Bekerja terus-terusan membuat mereka cepat jenuh dan
menyebabkan tingkat produktifitas menurun, parahnya lagi mereka bahkan bisa
membenci apa yang mereka lakukan. Pekerja yang tidak produktif tidak akan
menciptakan inovasi dan kemajuan di tempatnya bekerja.
Pekerja-pekerja di Eropa tidak mau mengorbankan seluruh
waktunya untuk bekerja. Setelah jam kerja selesai, mereka kembali ke rumah,
bertemu keluarga, dan menggunakan hari libur mereka dengan baik, melupakan
sejenak pekerjan di kantor.
Pekerja Indonesia memiliki jam kerja lebih banyak
dibandingkan Eropa. Tetapi itu bukan jaminan kalau Indonesia akan menjadi lebih
maju. Biarpun jam kerjanya lebih sedikit, tetapi pekerja di Eropa mampu
menggunakannya seproduktif mungkin. Waktu bekerja yang sedikit tersebut
benar-benar digunakan untuk bekerja sebaik mungkin. Pekerja-pekerja itu mampu
melakukan suatu hal pada tempat dan waktunya masing-masing. Jam bekerja untuk
bekerja, selesai jam kerja mereka melakukan hal-hal lain untuk melepas penat
dari pekerjaannya. Hal itu membuat mereka memiliki tingkat kejenuhan lebih
kecil dibandingkan pekerja Indonesia yang bekerja sangat keras.
Rasanya aku belum pantas memberikan komentar tentang para pekerja
tersebut, karena aku sendiri masih berstatus sebagai pelajar. Tapi semua orang
setuju pelajar dan pekerja di Indonesia tentu tak jauh beda.
“Kerja keras itu tak selalu berarti bekerja lebih lama,
tetapi bekerja dengan cerdas, dan cerdas tidaklah dengan curang”
Bersenang-senanglah dengan waktu, jangan salahkan kodratnya.
Ada saatnya bekerja, bermain, dan istirahat.
Make your work as a PART of your
life, but not your WHOLE life :)